Minggu, 27 Mei 2012

hukum mendel


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Gregor Johann Mendel (1822-1884) merupakan Orang pertama yang menemukan tentang pola pewarisan sifat.
Gregor Johann Mendel Biarawan dari Austria yang mempelajari tentang proses pewarisan sifat pada tanaman kacang ercis dan mengembangkan hukum tentang pewarisan sifat. Namun hasil kerjanya tidak diakui dunia sampai abad ke 20.  Pada Oktober 1843, Johann menjadi murid baru di biara St. Thomas Augustini di Brunn, Moravia (Sekarang Brno di Republik Ceko), dengan nama Gregor.
Disini ia mempelajari berbagai ilmu selain holtikultura yang telah diminatinya sejak kanak-kanak di pertanian ayahnya. Biara ini sendiri memiliki kebun raya yang bagus, kebun sayur, kebun buah, peternakan tawon, dan perusahaan susu untuk memenuhi kebutuhan biara. Perpustakaan biara kaya akan buku dan tulisan-tulisan ilmiah mutakhir. Mendel memperoleh kesempatan emas untuk melanjutkan minatnya dalam holtikultura. Selanjutnya dia memulai kariernya sebagai guru dan terus menekuni ilmu alam di Universitas Vienna dengan melakukan eksperimen untuk menguji gagasan dalam ilmu.
 Antara tahun 1856 – 1863 Mendel telah melakukan pengujian dan pembudidayaan lebih dari 28.000 tanaman kacang. Ia menemukan bahwa suatu tanaman mewariskan sifat-sifat keturunan yang berasal dari induknya. Dari hasil penelitiannya tentang genetika tanamana kacang ercis, Ia mendapat julukan sebagai ‘Bapak Genetika”. 
Berikut ini merupakan Kebun tempat mendel melakukan eksperimen persilangan tanaman di Republik ceko. 
Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti. Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas. Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsip-prinsip dasar pewarisan melalui percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang.  Penelitian-penelitian Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.

TUJUAN :

*      Menjelaskan prinsip hukum mendel 1
*      Menjelaskan prinsip hukum mendel 2
*      Menjelaskan perinsip penyimpangan hukum mendel


















BAB 2
HUKUM MENDEL  i

Seorang biarawan dari Austria, bernama Gregor Johann Mendel, menjelang akhir abad ke-19 melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Dari percobaan yang dilakukannya selama bertahun-tahun tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat, yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel diakui sebagai Bapak Genetika.
Mendel memilih kacang ercis sebagai bahan percobaannya, terutama karena tanaman ini memiliki beberapa pasang sifat yang sangat mencolok perbedaannya, misalnya warna bunganya mudah sekali untuk dibedakan antara yang ungu dan yang putih. Selain itu, kacang ercis merupakan tanaman yang dapat menyerbuk sendiri, dan dengan bantuan manusia, dapat juga menyerbuk silang. Hal ini disebabkan oleh adanya bunga sempurna, yaitu bunga yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina. Pertimbangan lainnya adalah bahwa kacang ercis memiliki daur hidup yang relatif pendek, serta mudah untuk ditumbuhkan dan dipelihara. Mendel juga beruntung, karena secara kebetulan kacang ercis yang digunakannya merupakan tanaman diploid (mempunyai dua perangkat kromosom). Seandainya ia menggunakan organisme poliploid, maka ia tidak akan memperoleh hasil persilangan yang sederhana dan mudah untuk dianalisis.
Pada salah satu percobaannya Mendel menyilangkan tanaman kacang ercis yang tinggi dengan yang pendek. Tanaman yang dipilih adalah tanaman galur murni, yaitu tanaman yang kalau menyerbuk sendiri tidak akan menghasilkan tanaman yang berbeda dengannya. Dalam hal ini tanaman tinggi akan tetap menghasilkan tanaman tinggi. Begitu juga tanaman pendek akan selalu menghasilkan tanaman pendek. 
Dengan menyilangkan galur murni tinggi dengan galur murni pendek, Mendel mendapatkan tanaman yang semuanya tinggi. Selanjutnya, tanaman tinggi hasil persilangan ini dibiarkan menyerbuk sendiri. Ternyata keturunannya memperlihatkan nisbah (perbandingan) tanaman tinggi terhadap tanaman pendek sebesar 3 : 1.  Secara skema, percobaan Mendel dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.                   
                                 P :       ♀ Tinggi      x        Pendek ♂
                                                   DD                       dd
                                 Gamet         D                          d
                                                                 ê
                                  F1 :                      Tinggi
                                                                 Dd
                                  Menyerbuk sendiri  (Dd   x   Dd)
                                                                          ê       
                                   F2 :
        GametG
Gamet E
D
d
        D
DD
      (tinggi)
Dd
      (tinggi)
        D
Dd
      (tinggi)
 dd
      (pendek)

                 Tinggi (D-) : pendek (dd) = 3 : 1
                   DD : Dd : dd  = 1 : 2 : 1
Gambar 2.1. Diagram persilangan monohibrid untuk sifat tinggi tanaman

Individu tinggi dan pendek yang digunakan pada awal persilangan dikatakan sebagai tetua (parental), disingkat P.  Hasil persilangannya merupakan keturunan (filial) generasi pertama, disingkat F1.  Persilangan sesama individu F1 menghasilkan keturunan generasi ke dua, disingkat F2.  Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan dengan DD, sedang tanaman pendek dd.  Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada generasi F1 dilambangkan dengan Dd. 
Pada diagram persilangan monohibrid tersebut di atas, nampak bahwa untuk menghasilkan individu Dd pada F1, maka baik DD maupun dd pada generasi P membentuk gamet (sel kelamin). Individu DD membentuk gamet D, sedang individu dd membentuk gamet d. Dengan demikian, individu Dd pada F1 merupakan hasil penggabungan kedua gamet tersebut. Begitu pula halnya, ketika sesama individu Dd ini melakukan penyerbukan sendiri untuk menghasilkan F2, maka masing-masing akan membentuk gamet terlebih dahulu. Gamet yang dihasilkan oleh individu Dd ada dua macam, yaitu D dan d.  Selanjutnya, dari kombinasi gamet-gamet tersebut diperoleh individu-individu generasi F2 dengan nisbah DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1.  Jika DD dan dd dikelompokkan menjadi satu (karena sama-sama melambangkan individu tinggi), maka nisbah tersebut menjadi D- : dd = 3 : 1.
Dari diagram itu pula dapat dilihat bahwa pewarisan suatu sifat ditentukan oleh pewarisan materi tertentu, yang dalam contoh tersebut dilambangkan dengan D atau d.  Mendel menyebut materi yang diwariskan ini sebagai faktor keturunan (herediter), yang pada perkembangan berikutnya hingga sekarang dinamakan gen.

Terminologi  
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk menjelaskan prinsip-prinsip pewarisan sifat.  Seperti telah disebutkan di atas, P adalah individu tetua, F1 adalah keturunan generasi pertama, dan F2  adalah keturunan generasi ke dua. Selanjutnya, gen D dikatakan sebagai gen atau alel dominan, sedang gen d merupakan gen atau alel resesif. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen yang terdapat pada lokus (tempat) tertentu.  Gen D dikatakan dominan terhadap gen d, karena ekpresi gen D akan menutupi ekspresi gen d jika keduanya terdapat bersama-sama dalam satu individu (Dd). Dengan demikian, gen dominan adalah gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya. Sebaliknya, gen resesif adalah gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya.
Individu Dd dinamakan individu heterozigot, sedang individu DD dan dd masing-masing disebut sebagai individu homozigot dominan dan homozigot resesif. Sifat-sifat yang dapat langsung diamati pada individu-individu tersebut, yakni tinggi atau pendek, dinamakan fenotipe.  Jadi, fenotipe adalah ekspresi gen yang langsung dapat diamati sebagai suatu sifat pada suatu individu. Sementara itu, susunan genetik yang mendasari pemunculan suatu sifat dinamakan genotipe.  Pada contoh tersebut di atas, fenotipe tinggi (D-) dapat dihasilkan dari genotipe DD atau Dd, sedang fenotipe pendek (dd) hanya dihasilkan dari genotipe dd.  Nampak bahwa pada individu homozigot resesif, lambang untuk fenotipe sama dengan lambang untuk genotipe.   .
Hukum Segregasi
Sebelum melakukan suatu persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh, individu DD akan membentuk gamet D, dan individu dd akan membentuk gamet d.  Pada individu Dd, yang menghasilkan gamet D dan gamet d, akan terlihat bahwa gen D dan gen d akan dipisahkan (disegregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk tersebut.  Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I. 
Hukum Segregasi :
Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk.
HUKUM MENDEL II
(Mendel's Law of Independent Assortment)

Dikenal juga sebagai Hukum Asortasi atau Hukum Berpasangan Secara Bebas. Menurut hukum ini, setiap gen /sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen /sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda.

A.      PERSILANGAN DIHIBRID
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara individu untuk 2 gen yang berbeda. Eksperimen Mendel dengan bentuk biji dan warna ercis adalah sebuah contoh dari persilangan dihibrid. Metode Punnett kuadrat menentukan rasio fenotipe dan genotipenya. Metode ini pada dasarnya sama dengan persilangan monohibrid. Perbedaan utamanya ialah masing-masing gamet sekarang memiliki 1 alel dengan 1 atau 2 gen yang berbeda.
Suatu genotipe dihibrida adalah heterozigot pada dua lokus. Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi acak dari pasangan kromosom nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Uji silang (test cross) adalah perkawinan genotipe yang tidak diketahui benar dengan genotipe yang homozigot resesif pada semua lokus yang sedang dibicarakan. Fenotipe-fenotipe tipe keturunan yang dihasilkan oleh suatu uji silang mengungkapkan jumlah macam gamet yang dibentuk oleh genotipe parental yang diuji. Bila semua gamet individu diketahui, maka genotipe individu itu juga akan diketahui. Suatu uji silang dihibrida menghasilkan ratio 1:1:1:1, menunjukkan bahwa ada dua pasang faktor yang berpisah dan berpilih secara bebas.
Mendel memperoleh hasil yang tetap sama dan tidak berubah-ubah pada pengulangan dengan cara penyilangan dengan kombinasi sifat yang berbeda. Pengamatan ini menghasilkan formulasi hukum genetika Mendel kedua, yaitu hukum pilihan acak, yang menyatakan bahwa gen-gen yang menentukan sifat-sifat yang berbeda dipindahkan secara bebas satu dengan yang lain, dan sebab itu akan timbul lagi secara pilihan acak pada keturunannya. Individu-individu demikian disebut dihibrida atau hibrida dengan 2 sifat beda.
Dihibrida membentuk empat gamet yang secara genetik berbeda dengan frekuensi yang kira-kira sama karena orientasi secara acak dari pasangan kromosom nonhomolog pada piringan metafase meiosis pertama. Bila dua dihibrida disilangkan, akan dihasilkan 4 macam gamet dalam frekuensi yang sama baik pada jantan maupun betina. Rasio fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan genotipe dihibrida adalah 9:3:3:1. Rasio ini diperoleh bila alel-alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan dominan dan resesif.
Mendel melakukan persilangan ini dan memanen 315 ercis bulat-kuning, 101 ercis keriput-kuning, 108 bulat-hijau dan 32 ercis keriput-hijau. Ciri khas karya Mendel yang cermat ialah bahwa ia lalu menanam semua ercis ini dan membuktikan adanya genotipe terpisah di antara setiap ercis dengan kombinasi baru ciri-cirinya. Hanyalah 32 ercis keriput-hijau yang merupakan genotipe tunggal. Hasil-hasil ini membuat Mendel mendirikan hipotesisnya yang terakhir (hukum Mendel kedua): Distribusi satu pasang faktor tidak bergantung pada distribusi pasangan yang lain. Hal ini dikenal sebagai hukum pemilihan bebas.
Perhatikan analisis papan catur di bawah ini tentang persilangan buncis dengan dua sifat beda (dihibrida). Buncis biji bulat warna kuning disilangkan dengan biji keriput warna hijau. Keturunan pertama semuanya berbiji bulat warna kuning. Artinya, sifat bulat dominan terhadap sifat keriput dan kuning dominan terhadap warna hijau. Persilangan antar F1 mengasilkan keturunan kedua (F2) sebagai berikut: 315 tanaman bulat kuning, 101 tanaman keriput kuning, 108 tanaman bulat hijau dan 32 keriput hijau. Jika diperhatikan, perbandingan antara tanaman bulat kuning : keriput kuning : bulat hijau : keriput hijau adalah mendekati 9:3:3:1.

P                   : BBKK (bulat, kuning) X bbkk (keriput, hijau)
F1                 : BbKk (bulat, kuning)
F1 X F1          : BbKk (bulat, kuning) X BbKk (bulat, kuning)
Gamet          : BK, Bk, bK, bk BK, Bk, bK, bk

Gamet-gamet ini dapat berpasangan secara bebas (Hukum Mendel 2) sehingga F2 dapat digambarkan sebagai berikut:


  
             
               
BK
Bk
bK
Bk
BK
BBKK
1
BBKk
2
BbKK
3
BbKk
4
Bk
BBKk
5
BBkk
6
BbKk
7
Bbkk
8
Bk
BbKK
9
BbKk
10
bbKK
11
bbKk
12
Bk
BbKk
13
Bbkk
14
bbKk
15
bbkk
16







Keterangan :
bulat kuning 1,2,3,4,5,7,9,10,13
keriput kuning 11,12,15
bulat hijau 6,8,14
keriput hijau 16

Tanaman bulat kuning jumlah 9.
Tanaman bulat hijau jumlah 3.
Tanaman keriput kuning jumlah 3.
Tanaman keriput hijau pada jumlah 1.
Jadi, perbandingan homozigot terdapat pada kotak nomor 1,6,11 dan 16 sedangkan lainnya heterozigot.

Bastar konstan atau individu baru terdapat pada kotak nomor 6 dan 11. Bastar konstan adalah keturunan homozigot yang memiliki sifat baru (berbeda dengan kedua induknya), sehingga dalam persilangan antar sesamanya tidak memisah, konstan.

Berkenaan dengan ciri biji hasil persilangan pada F2, Mendel sudah mempertimbangkan dua kemungkinan, yaitu:

       a.    Ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bersama-sama
       b.    Ciri-ciri yang berasal dari satu induk akan diwariskan secara bebas satu sama lain.
Hasil persilangan yang tampak pada F2 memperlihatkan rasio yang mendekati 9:3:3:1, sebagaimana yang diharapkan pada kemungkinan b. Atas dasar kenyataan ini, Mendel menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter berbeda diwariskan secara bebas satu sama lain. Kesimpulan inilah yang merupakan pernyataan pada hukum pemilihan bebas Mendel.
Mendel memperoleh bukan hanya dua tipe induk, tetapi juga dua tipe baru sebagai hasil dari pencampuran karakter dari kedua induk. Ini menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut tidak cenderung tinggal bersama dalam kombinasi yang sama dengan dimana mereka ditemukan pada induk asli, P1 nya. Pemisahan kelakuan di antara gen-gen inilah yang dinamakan hukum pemilihan bebas.
Pada persilangan dihibrid pada tanaman kapri, yaitu memiliki sifat warna kuning dan bentuk biji bulat (dominan) dengan biji berkerut dan warna hijau (resesif). Jika Fditurunkan sesamanya menghasilkan F2, jika X2hitung <>2 tabel maka hasil percobaan sesuai dengan Hukum Mendel. Hasil penyilangan fenotip F2 terkadang tidak selalu sama dengan hasil perhitungan hukum Mendel. Untuk mengujinya perlu dilakukan perhitungan dengan uji chi-square (chi kuadrat). Uji chi-square merupakan suatu metode statistik dengan penentu apakah penyelewengan hasil penyilangan tidak sesuai dengan hipotesis perhitungan atau tidak.










BAB III
P E N U T U P

A.         KESIMPULAN
Hukum Asortasi atau Hukum Berpasangan Secara Bebas merupakan hukum yang mana setiap gen /sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen /sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda. Hukum kedua mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak tergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman tidak saling mempengaruhi.

B.         SARAN
Dalam penyajian makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan yang kami lakukan. Untuk itu, kami memohon kepada Ibu Dosen kiranya berkenan memberikan bantuan berupa masukan ataupun penyempurnaan makalah ini agar tidak menjadi suatu gagasan yang keliru. Kami mengetahui bahwa dalam penguasaan dan penyampaian Hukum Mendel Kedua ini belum bisa kami tampilkan secara maksimal, karena masih sangat banyak pembahasan yang menurut kami sulit dan sangat susah untuk dikuasai dan dikembangkan. Apabila Ibu Dosen berkenan untuk melakukan koreksi terhadap makalah ini demi penyempurnaan, kami sangat berterimakasih yang sebesar-besarnya terhadap makalah yang disajikan ini.





DAFTAR PUSTAKA